Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dan memberikan kesempatan yang lebar kepada mereka untuk bertaubat dan taat kepada-Nya. Salawat dan salam semoga tercurah kepada manusia teladan yang memberikan motivasi kepada umatnya untuk tegar dalam menghadapi kehidupan. Amma ba’du.
Saudaraku, perjalanan waktu tak terasa telah melindas lembaran sejarah kehidupan kita. Pahit getirnya hidup mewarnai lembaran-lembaran itu sehingga terkadang membuat pemiliknya diselimuti sikap pesimis dan ragu-ragu untuk melanjutkan langkah perjuangannya untuk menggapai kebahagiaan. Padahal kita telah tahu, sesungguhnya perjalanan waktu inilah yang akan membuktikan siapa di antara manusia yang beruntung dan siapa yang celaka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang dibebaskan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sesungguhnya dia telah beruntung, dan tidaklah kehidupan dunia ini melainkan kesenangan yang menipu.” (QS. Ali Imran: 185)
Oleh sebab itu, menunda-nunda amal merupakan sebab utama kebinasaan. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu berkata, “Jadilah kalian anak-anak akherat, dan jangan menjadi anak-anak dunia. Sesungguhnya hari ini adalah amal dan belum ada hisab, sedangkan besok yang ada adalah hisab dan tidak ada lagi waktu untuk beramal.” (HR. Bukhari secara mu’allaq dalam Kitab ar-Riqaq, lihat Shahih Bukhari cet. Maktabah al-Iman hal. 1307). Ini artinya, selama udara masih bisa kita hirup dan akal masih berfungsi, maka tak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri. Umur yang senja bukan penghalang untuk menggapai kemuliaan dan derajat yang tinggi di sisi Allah ta’ala.
Tidakkah kita ingat, cuplikan-cuplikan kisah menakjubkan para ulama salaf yang melukiskan ketinggian semangat mereka untuk mengejar keutamaan ini? Nu’aim bin Hamad menceritakan: Aku mendengar Abdullah bin Mubarak radhiyallahu’anhu -ketika itu sebagian orang telah mencelanya karena terlalu sering mencari hadits sehingga mereka pun berkata kepadanya, “Sampai kapan kamu mau terus mendengar hadits?”– maka beliau menjawab, “Sampai mati!” Abdullah bin Muhammad al-Baghawi berkata: Aku mendengar Ahmad bin Hanbal radhiyallahu’anhu berkata, “Sesungguhnya aku akan menuntut ilmu sampai masuk kubur.” al-Hasan pernah ditanya perihal seorang lelaki yang sudah berusia delapan puluh tahun, apakah dia masih layak untuk menuntut ilmu. Maka beliau menjawab, “Apabila dia masih layak hidup -maka masih layak-.” (atsar-atsar ini dikutip dari al-‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 77). Kalau kakek-kakek berumur 80 tahun saja masih pantas menjadi thalibul ilmi (penuntut ilmu), lalu apa alasan pemuda-pemuda yang gagah perkasa untuk bermalas-malasan menimba ilmu agama?!
Saudaraku, lupakah dirimu akan kata-kata emas yang disampaikan oleh Amirul mukminin fil hadits Muhammad bin Isma’il al-Bukhari yang terkenal itu? al-‘Ilmu qablal qauli wa ‘amali, ilmu sebelum berkata dan berbuat. Lalu apa yang akan kita katakan dan kita perbuat di sisa perjalanan hidup kita yang singkat ini kalau kita tidak membekali dan mempersenjatai diri dengan ilmu? Bukankah Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah keluar suatu ucapan melainkan di sisinya ada malaikat yang dekat dan senantiasa mencatat.” (QS. Qaaf: ). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba benar-benar akan mengutarakan suatu ucapan yang diridhai Allah sementara dia tidak mempedulikannya namun mengangkat kedudukannya beberapa tingkatan. Dan sesungguhnya ada pula seorang hamba yang mengucapkan suatu perkataan yang membuat murka Allah sedangkan dia tidak mempedulikannya sehingga hal itu membuatnya terjerumus ke dalam Jahannam.” (HR. Bukhari dalam Kitab ar-Riqaq, lihat Shahih Bukhari hal. 1316)
Kesempatan hidup di dunia merupakan medan perjuangan untuk menyambut datangnya hari pembalasan. Menyia-nyiakan waktu di dunia akan menyebabkan penyesalan di akherat. Ingatlah kisah mengerikan yang diceritakan oleh Nabimu shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Pada hari kiamat nanti orang kafir akan didatangkan lalu ditanyakan kepadanya, “Bagaimanakah menurutmu, seandainya kamu memiliki emas sepenuh bumi, maukah kamu menebus siksa dengannya?” maka dia menjawab, “Mau.” Maka dikatakan kepadanya, “Dahulu kamu telah diminta untuk melakukan sesuatu yang lebih mudah daripada itu.” (HR. Bukhari dalam Kitab ar-Riqaq, lihat Shahih Bukhari hal. 1325).
Di saat itulah -di hari kiamat- harta kekayaan tidak lagi bernilai, tumpukan-tumpukan uang, tabungan di bank yang mencapai milyaran, bodyguard dan pengawal yang perkasa pun tak sanggup untuk mencegah malaikat dari menunaikan titah Rabbnya untuk melemparkan makhluk-makhluk yang sombong ke dalam api neraka… Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri darinya maka tidak akan dibukakan untuk mereka pintu-pintu langit dan tidak akan masuk ke dalam surga sampai unta bisa masuk ke dalam lubang jarum. Demikian itulah Kami akan membalas orang-orang yang berdosa/kafir itu.” (QS. al-A’raaf: 40)
Pada saat itulah, rasa haus penduduk neraka tidak lagi bisa terobati. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka penduduk neraka pun memanggil penduduk surga: ‘Berikanlah kepada kami air minum atau -makanan- apa saja yang diberikan Allah kepada kalian.’ Maka mereka menjawab, ‘Sesungguhnya Allah mengharamkan keduanya bagi orang-orang kafir’, yaitu orang-orang yang telah menjadikan agama mereka sebagai bahan senda gurau dan permainan dan tertipu oleh kehidupan dunia. Maka pada hari ini Kami lupakan mereka, sebagaimana dulu -ketika di dunia- mereka telah melupakan hari pertemuan mereka ini dan juga karena dahulu mereka senantiasa menentang ayat-ayat Kami.” (QS. al-A’raaf: 50-51). Saat itulah Allah akan berkata kepada orang-orang yang tidak meyakini perjumpaan dengan Rabbnya, “Maka pada hari ini Aku melupakanmu, sebagaimana dahulu kamu telah melupakan-Ku.” (HR. Muslim dalam Kitab az-Zuhd, lihat Tafsir Ibnu Katsir [3/305])
Saudaraku, hari ini kau memang belum bisa bertemu dengan-Nya, sehingga kau hanya bisa berharap untuk menjumpai-Nya kelak dalam suasana gembira. Namun ingatlah, bahwasanya orang yang akan bergembira di saat berjumpa dengan-Nya adalah orang yang tunduk dan patuh kepada perintah dan larangan-Nya. Orang-orang yang menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan, bukan hawa nafsu, pangkat, harta, ataupun ketenaran. Orang-orang yang menjadikan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai satu-satunya panutan dan pemandu perjalanan. Orang-orang yang mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan menjalankan puasa karena dorongan iman dan ingin mendapatkan ganjaran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembiraan. Sebuah kegembiraan ketika berbuka/berhari raya, dan sebuah kegembiraan lagi ketika berjumpa dengan Rabbnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari itu -hari kiamat- akan memutih/berseri wajah-wajah dan menghitam/muram wajah-wajah yang lain.” (QS. Ali Imran: 106). Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata, “Yaitu akan memutih wajah Ahlus Sunnah wal Jama’ah (orang-orang yang berpegang teguh dengan Sunnah), dan akan menghitam wajah Ahlul Bid’ah wal Furqah (orang-orang yang menebar bid’ah dan perpecahan).” (dikutip dari Kun Salafiyan ‘alal Jaddah, hal. 57)
Hari ini, harapan itu masih terbuka lebar di hadapanmu. Selama nyawa masih belum sampai ke tenggorokan. Sebelum datangnya hari penyesalan, ketika kematian mengalami kematian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan didatangkan kematian dalam bentuk seekor domba putih kehitam-hitaman. Lalu ada yang berseru, ‘Wahai penduduk surga’ maka mereka pun mendongakkan kepala seraya memandanginya. Lalu ditanyakan kepada mereka, ‘Apakah kalian mengenalinya?’. Maka mereka menjawab, ‘Iya. Ini adalah kematian.’ Dan mereka semua pun telah melihatnya. Lalu diserukan lagi, ‘Wahai penduduk neraka.’ maka mereka pun mendongakkan kepalanya seraya memandanginya. Lalu ditanyakan, ‘Apakah kalian mengenalinya?’. Mereka menjawab, ‘Iya. Ini adalah kematian’. Dan mereka semua pun telah ikut melihatnya. Kemudian domba (kematian) pun disembelih, dan dikatakan, ‘Wahai penduduk surga, kekallah. Tiada lagi kematian’, ‘Wahai penduduk neraka, kekallah. Tiada lagi kematian.’ Kemudian Nabi membaca ayat -yang artinya-, ‘Dan berikanlah peringatan kepada mereka akan hari penyesalan ketika keputusan itu sudah ditetapkan sementara mereka tenggelam dalam kelalaian.’ dan mereka memang berada dalam kelalaian; yaitu para pemuja dunia, ‘dan mereka pun tidak beriman’.” (HR. Bukhari dalam Kitab Tafsir al-Qur’an, lihat Shahih Bukhari, hal. 990)
Kalau engkau jujur ingin berjumpa Rabbmu, maka marilah kita laksanakan perintah-Nya (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, lakukanlah amal salih dan janganlah mempersekutukan sesuatu apapun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS. al-Kahfi: 110). Inilah jalan yang akan membawa hamba-hamba Allah menuju kebahagiaan dan kesuksesan yang sejati; mengikuti Sunnah/ajaran Nabi dan memurnikan tauhid di dalam diri. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal salih bagi mereka itu surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Itulah keberuntungan yang sangat besar…” (QS. al-Buruj: 11).
Harapan masih terbuka lebar…, bekali diri dengan keyakinan, sabar, dan tawakal. Karena orang-orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab adalah orang-orang yang bertawakal hanya kepada Rabb mereka, semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan mereka, amin yaa Rabbal ‘alamin.